SIDOARJO (mediasurabayarek.net)
– Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya menjatuhkan
vonis terhadap Nursetya Ardhi Arima, S.Kom (marketing BRI), dengan hukuman selama 4 (empat) tahun dan denda Rp 200 juta.
“Mengadili menyatakan Nursetya
Ardhi Arima terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama dan berlanjut, sebagaimana dakwaan primair. Menjatuhkan pidana
4 tahun. Denda Rp 200 juta , jika tidak dibayar diganti dengan kurungan 4
bulan. Dengan perintah tetap ditahan dan biaya perkara Rp 5.000,” ucap Hakim Ketua I Made
Yuliada SH MH dalam amar putusannya yang dibacakan di ruang Candra Pengadilan
TIPIKOR Surabaya, Jum’at (14/11/2025).
Sebelum menjatuhkan
putusan, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan
dari Nursetya. Hal yang memberatkan adalah perbuatan yang dilakukannya, menimbulkan
kerugian negara Rp 1,68 miliar. Sedangkan hal meringankan adalah belum pernah
dihukum dan bersikap sopan selama persidangan.
Menurut penilaian
majelis hakim, Nursetya tidak melakukan analisa kredit dengan cermat dan kredit
disetujui oleh Handjar Pramudya SE (Kepala Unit BRI) untuk pencairan kreditnya.
Pinjam nama nasabah
dilakukan oleh Sulastri, dan uang sebesar Rp 2,2 miliar dipergunakan oleh
Sulastri. Nasabah dikasih Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Sehingga timbul kerugian negara sebesar Rp
1,6 miliar.
Dalam perkara ini, tidak
ada yang menghapuskan pidana. Namun demikian, Nursetya tidak layak dibebani
Uang Pengganti (UP), karena tidak mendapatkan keuntungan secara langsung.
Nah, setelah pembacaan
putusan atas Nursetya Ardhi Arima dirasakan sudah
cukup, kini giliran pembacaan putusan Handjar Pramudya di
ruang sidang yang sama pula. Karena pertimbangan hukumnya hampir sama dengan
Nursetya, langsung pada amar putusannya.
“Mengadili menyatakan Handjar
Pramudya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama dan berlanjut, sebagaimana dakwaan primair. Menjatuhkan pidana
4 (empat) tahun. Denda Rp 200 juta , jika tidak dibayar diganti dengan kurungan
4 (empat) bulan. Tetap ditahan dan biaya perkara Rp 5.000,” ujar Hakim Ketua I
Made Yuliada SH MH.
Karena Handjar tidak
menerima uang dari hasil korupsi dalam perkara ini, maka tidak layak dibebani
Uang Pengganti (UP).
Setelah pembacaan putusan terhadap Nursetya Ardhi Arima dan Handjar Pramudya dirasakan sudah cukup, majelis hakim memberikan kesempatan kepada Penasehat Hukum (PH) dan kedua terdakwa, selama 7 (tujuh) hari, guna mengambil sikap menerima putusan, menempuh jalur banding, atau pikir – pikir.
“Dengan demikian
rangkaian persidangan sudah selesai dan ditutup,” cetus majelis hakim seraya
mengetukkan palunya sebagai tanda sidang selesai dan berakhir sudah.
Sehabis sidang, Penasehat
Hukum (PH) Teguh Prastyo Nur Widiyanto SH mengatakan, sebagaimana pertimbangan
majelis hakim dan beberapa hal yang fakta hukumnya tidak masuk, serta tidak
sesuai dengan fakta hukum.
“Kita masih pikir –
pikir dalam waktu 7 hari ini, apakah banding atau menerima putusan. Yang jelas,
ada beberapa fakta hukum yang tidak dipertimbangkan, dan sebenarnya hal itu
menjadi fakta hukum,” katanya.
Dijelaskan Teguh Prastyo SH, misalnya untuk pengurusan SKU dan
dokumen-dokumen lain yang diserahkan Sulastri kepada Nursetya Ardhi seolah-olah
para nasabah tidak tahu akan berkas itu. Tetapi faktanya, sebelum mereka mengajukan
kredit, para nasabah sudah ada pertemuan dan kesepakatan dengan Sulastri.
Semua berkas dan dokumen
yang diperlukan oleh nasabah, yang dipenuhi Sulastri. Tidak mungkin nasabah tidak
tahu terkait SKU dan berkas-berkas apa saja yang dibutuhkan.
Selain itu masalah SHM ,
seolah-olah nasabah tidak tahu kalau dalam Kupedes itu ada SHM yang diserahkan.
Padahal dalam perjanjian itu sudah ada dan jelas, mereka tahu hal itu.
“Itu dua fakta hukum
yang berbeda. Dan masalah kesepakatan terkait pasal 55 KUHP, meeting of mind
dianggap ada kesesuaian, padahal tidak seperti itu. Hal itu yang berbeda, pandangan
kami dengan majelis hakim. Kami masih
pikir-pikir,” ungkapnya.
Sebagaimana dalam duplik
yang disampaikan Teguh Prastyo SH, bahwa data audit internal BRI menunjukkan bahwa
portofolio kredit milik Nursetya Ardhi memiliki tingkat NPL sebesar 1,5 %, jauh
di bawah batas toleransi risiko perbankan.
Artinya, kinerja
analisis kredit dan pembinaan debitur yang dilalukan Nursetya terukur,
berhati-hati, dan sesuai prinsip prudential banking. Hasil audit internal BRI yang menyatakan
tidak terdapat kesalahan administratif maupun pelanggaran procedural.
Bahwa terkait dengan
dalil Jaksa halaman 2 s/d 8 yang pada pokoknya menguraikan jika terdakwa,
secara bersama-sama dengan Sulastri,
adalah dalil yang mengada-ada dan tidak benar.
Dalam persidangan, saksi
Sulastri menyampaikan jika Nursetya Ardhi tidak mengetahui atau tidak tahu jika
uang nasabah digunakan oleh Sulastri. Saksi Sulastri juga menerangkan jika Nursetya Ardhi tidak tahu kalau adanya praktik pinjam nama. Sulastri juga
menerangkan jika tidak ada Kerjasama
antara Sulastri dengan Nursetya. Sulastri menerangkan jika tidak ada
imbalan atau janji atau hadiah yang diberikan oleh Sulastri kepada Nursetya
Ardhi. (ded)


0 komentar:
Posting Komentar